Senin, 15 September 2014

THanks to "DIAM"





Gue sulit menerka jaringan otak yang berujung pada hati kemudian dilarikan ke mulut sampai pada akhirnya terlontar. Terkadang tanda tanya begitu banyak terselip diantara tenangnya hari.

Gue terus ramai berkobar dan menyala-nyala, ramai seramai-ramainya tanpa perduli tak ada yang mengusik. Tapi apa yang gue dapat? sebuah penolakkan secara tidak langsung. Kemudian gue memutuskan untuk diam dan mencoba mengerti bahwa gue memang benar telah terkikis masa. Tapi apa yang gue dapat? lagi-lagi sebuah tanya yang memerlukan penjelasan.

Lalu…

Gue mesti gimana? ketika ramai gue menjadi sebuah penolakkan, dan diam gue pun menjadi sebuah pertanyaan?. gue capek, sungguh lelah terus berusaha menjadi ramai, tapi hanya ada “GUE” saja tanpa “KALIAN”. Seharusnya kalian pun mengerti, gue diam dibalik semua kemunafikkan, diam dibalik rasa yang sebenarnya tak gue ingini untuk kalian.

Atau…

Gue harus selalu ada sendiri berkoar yang terkadang diacuhkan bahkan tak didengar?. gue bukan ingin mengeluh, tapi coba sedikit saja rasakan apa yang gue rasakan kawan. Jika kalian ingin selalu dicari, guepun demikian. Untuk apa gue mempertahankan sebuah benteng sendirian? untuk apa gue berjuang seperti meminta belas kasihan sementara kalian selalu asik dengan masa yang berbeda.

Hey…

















Apa gue salah dengan menarik diri dari ramainya suasana?. Sesekali gue pun ingin menghindar, menjauh seperti kalian. Sesekali guepun ingin menikmati masa gue yang sering gue korbankan untuk kalian yang tak pernah mengerti.Gue ini manusia, bukan peri yang bisa terus diacuhkan, kemudian membiarkan semuanya.Gue punya hati yang selalu berusaha untuk di jaga

 Dan…

Kalian tak pernah tahu seberapa sakitnya “Hati” ini saat menyapa kemudian diacuhkan tanpa basa-basi. Lebih sakit ketika ada yang bertanya “Kemana saja, kenapa menghilang?marah?sepi rasanya”. Gue hanya bisa berkata dalam nurani “Gue diam untuk kalian yang terlalu sibuk dengan masamu yang baru,gue menghilang untuk kalian yang juga terbiasa menghilang dan muncul ketika gue menyapa terlebih dulu,gue juga merasa hal yang sama “SEPI”, ya sepi tanpa kalian”. Apa kalian baru menyadarinya sekarang? kalau begitu gue berterimakasih pada “DIAM” yang membuat kalian mengerti.

Maaf gue tega melakukannya, karena gue ingin kalian tahu gue sepi,gue sendiri dan ini kemunafikkan yang gue simpan rapat-rapat.

Karena…

Gue ingin menilai diri sendiri, mungkin memang gue yang terlalu salah memaksa kalian terus ada.Maaf…maaf…Percayalah semua akan baik-baik saja. Dan biarkan waktu bekerja sebagaimana mestinya, entah semakin mendekatkan atau merenggangkan.

Ini bukan amarah, melainkan sebuah penjelasan yang kalian minta. Cukup gue jelaskan lewat kata, dan maaf gue tak menginginkan kalian untuk terus bertanya kenapa dan mengapa pada gue. Karena guepun sama hanya bertanya dan menyimpannya dalam ruang gue sendiri.