Jumat, 22 Agustus 2014

DIMANAKAH LETAK SEBUAH PILIHAN

Setiap manusia yang hidup di dunia ini selalu dihadapkan dengan pilihan-pilihan .
Gue kira mudah untuk menentukan sebuah pilihan, namun kenyataannya masih terus menerus  berada dalam kondisi penuh KEBIMBANGAN .

Di dalam menghadapi tantangan – tantangan hidup , sebagian menganggap sebagai sebuah ujian, sebagian lagi menganggap sebagai cobaan,dll.

GUE pun terkadang tidak sadar, bahkan mungkin disengaja untuk terkondisikan tidak sadar dalam melakukan apapun.gue lebih suka bermain-main di hari esok ketimbang menikmati makna indahnya hari ini, dalam bentuk apapun.ntahlah,.

Salah gue ya,.
menganggap bahwa hari ini adalah hari dimana gue harus menentukan setiap langkah dengan tepat untuk hari esok. Maka wajarlah orang-orang yang seperti ini tidak akan pernah menikmati apa yang dinamakan hidup. Bagaimana tidak, setiap harinya diisi dengan berpikir masa depan, dia tidak pernah memiliki hari ini. ya itu gue,.

Mungkin golongan orang-orang seperti ini telah salah menterjemahkan semboyan yang pernah dipopulerkan oleh Bung Karno,”Gantungkan cita-citamu setinggi bintang”. Sudah barang tentu kalau ditinjau dari sudut logika adalah sesuatu yang sangat tidak mungkin untuk diraih.


Lain lagi dengan orang-orang yang selalu terjebak dengan masa lalu.
Gue juga kayanya,..

Biasanya orang-orang golongan ini menggunakan semboyan,”pengalaman adalah guru yang paling berharga”. Sayangnya, definisi “guru” disalah-artikan sebagai tempat, sumber, atau referensi utama untuk segala macam problem hidup. Jadilah orang-orang golongan ini selalu terjebak di masa lalu.
Lantas dimanakah letaknya sebuah pilihan ?


 
















Bercermin dari masa lalu adalah pilihan, mengharap dan menanti masa depan juga sebuah pilihan, bahkan tidak memilihpun adalah sebuah pilihan juga.

Jika kita mau berusaha mengembalikannya kepada fitrah diri, Insya Allah semua akan terjawab. Apakah memang semudah itu ? ??

Pertanyaan berikutnya adalah berupa apakah jawabannya ?
Suara, tulisan, bayang-bayang, atau kekuatan lain yang menuntun untuk memutuskan sesuatu tanpa kita sanggup melawannya ?

pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara mengembalikan pada fitrah diri ? Apakah fitrah diri itu ?,  perlukah seorang pakar untuk menjelaskannya bahkan menuntun kita ke arah sana  ?

Maka jika kita lanjutkan rentetan-rentetan pertanyaan ini sekaligus dugaan-dugaan jawabannya itu sama artinya kita telah dengan sadar atau tidak sadar menciptakan ribuan alternatif pilihan yang pada akhirnya menuntun kita untuk menyatakan, “ternyata sangat susah…ya !!!”.
Kenapa tidak  kita per-MUDAH  saja seperti  :
  • Hari ini gue perlu melakukan apa, sejak bangun pagi hingga menjelang waktu tidur.
  • Jika ada sesuatu yang mungkin mirip dengan yang kemarin, maka gue perlu belajar dari kejadian yang kemarin.
  • Jika ternyata sesuatu hal yang baru, jadikan sebagai proses pembelajaran, maka gue cukup menghadapi dan diterima saja apa adanya, dengan hati lapang pikiran tenang.
  • Jika ternyata tidak selesai, karena kurang cukup waktu, energi, atau apapun sumber daya yang diperlukan, barulah memerlukan pemikiran apa yang perlu dikerjakan esok hari.
  • Yang menjadi prinsip, hari ini adalah hak gue untuk menikmati hidup, apapun yang dilakukan hari ini secara otomatis menjadi hari esok.
Kemarin hanyalah sekedar menjadi kamus lusuh, yang akan dibuka jika kita perlukan.
Esok hari hanyalah sekedar melanjutkan apa yang belum kita selesaikan hari ini
Hari ini adalah kenikmatan yang diberi Allah yang harus dinikmati dengan penuh rasa syukur.
Niscaya……..tiada kata susah dalam menentukan pilihan…karena tidak ada sesuatupun yang kita lakukan seolah- olah berusaha mengganti fungsi Sang Penguasa Jagad membuatkan lukisan terindah bagi semua makhluk-Nya.




Oh .. betapa indahnya! … bila tidak hanya sebatas kata-kata …
Sayang !, kita ga’ tau kemana arah  “pasti pergi …”
Masih tak sanggup kita dengarkan, ……. suara ruh sejati
Langkah kita, mengabdi pada nafsu diri …….
Yang bisa kita pandang, hanyalah kepentingan kita sendiri
Loyang disangka emas, ……. emasnya dibuang-buang
Kita makin buta, mana utara mana selatan
Yang kecil dibesar-besarkan, ……. yang besar diremehkan
Yang penting disepelekan, ……. yang sepele diutamakan
Di saat kebenaran diperjualbelikan dengan bebas di pasar pasar….
Di saat kebohongan disajikan dengan citarasa yang tinggi…….
Allah … Allah … Allah …, betapa bimbang  hidup kami …….
Betapa semu perjuangan kami…….
Mohon perbaiki arah hidup kami…
Mohon ayomi  kami, ……. yang kecil ini …….
Sesuaikan langkah kami……yang liar ini dengan kehendak MU.

Senin, 18 Agustus 2014

ANTARA MINDER & SOMBONG

 

Minder dan sombong sebenarnya saling berhubungan seperti kakak dan adik.
Ada kalanya orang-orang yang minder berusaha menutupi kelemahan dirinya dengan bersikap arogan.

Ada orang sombong yang berpura-pura menutup diri agar tidak dikatakan sombong.
Kadang untuk suatu kasus dan waktu, kita bisa menjadi orang yang paling minder.
Tetapi untuk kasus dan waktu lainnya, kita bisa menjadi orang yang paling sombong.




Orang minder memiliki ciri-ciri: 
menjadi pemalu dan penakut, mengucilkan diri sendiri, tidak nyaman dengan diri sendiri, gugup, merasa kesepian, mudah tersinggung, sulit membuka komunikasi, merasa bahwa semua orang sedang memerhatikan kelemahannya (sepertinya semua orang sedang melihatnya ketika dia sedang berjalan), melihat diri secara negatif, tidak bisa bersyukur atas keadaannya, sulit melihat bahwa Allah bisa memakai dirinya, mudah putus asa, menganggap orang lain lebih cantik/tampan, kaya, hebat, dan akhirnya dalam taraf parah, minder bisa menyebabkan depresi dan bunuh diri.



Sementara itu orang sombong memiliki ciri-ciri:
selalu ingin mendapat pujian, senang menjadi pusat perhatian, merasa diri paling dan selalu benar, senang berdebat, senang untuk didengar daripada mendengar, mudah marah, sulit untuk menundukkan diri, tidak mudah menerima kritikan tetapi mudah mengritik orang lain, memaksakan kehendak, membangga-banggakan prestasi, gelar, dan pencapaian lainnya, keras kepala, lebih senang menasihati daripada dinasihati, senang dihormati,

Jadi sementara orang minder selalu menganggap rumput tetangga lebih hijau daripada di rumah sendiri..,

orang sombong selalu berpikir bahwa rumput di rumahnya selalu lebih dan paling hijau daripada rumput tetangga.


misal,..

Om, aku minder?
Oh ya? Super sekali!
Loh, kok super sih Om, aku kan minder?
Saat Anda merasa minder, sebetulnya
" Anda tahu Anda orang besar yang tidak pantas bagi keadaan Anda sekarang"
Jadi minder itu tanda baik, gitu?
Betul. Orang yang sejatinya kecil, tidak akan merasa minder.
Berarti aku ini sejatinya besar ya Om?
Itu dia!
Apa Om?
Orang minder, juga cepat sombong.

He he … ha ha ha !!! Kayaknya sih bener gitu Om.
Aku tadi sebelum ketemu Om, ngerasa galau banget, karena minder.
Eh, saat Om bicara aku sejatinya orang besar minderku ilang, terus aku merasa bangga.

He he … iya, memang saya lihat begitu, tapi itu tanda bahwa Anda sehat.
Apa dulu Om juga pernah merasa minder seperti aku ini?

Pasti dong,
saya dulu minder sekali karena miskin, tapi sombong sekali terhadap anak orang kaya yang tulul.

Loh? Aku juga gitu. Aku minder sama anak orang kaya, tapi sangat bangga kalo nilaiku lebih baik daripada nilai mereka.

Sudah mengerti?
bahwa orang minder itu sebetulnya punya bakat kebesaran, tapi masih belum tegas menyimpan rasa mindernya dan tidak kuat menahan rasa bangganya?

Iya yah? Berarti kedewasaan itu bukan masalah kaya atau miskin, muda atau tua ya Om?
Bukan. Kedewasaan adalah masalah kontrol, kendali.

Anak muda yang mengendalikan dirinya dengan baik,
akan tampil lebih dewasa dari orang tua yang cepat sedih, cepat minder, tapi cepat juga sombong, lalu cepat juga untuk putus asa.

Wah! Super sekali! Sekarang aku jadi tahu caranya untuk jadi orang dewasa.
Wah! Ini berita baru.
Wah! Aku jadinya semangat nih Om!
Wah!, wah!, wah! … he he … Anda ini lucu sekali.
Anak muda itu memang mudah kagum, tapi juga cepat bosan.
Gampang memuji, tapi tak kalah cepat mencemooh.
He he … memang, aku juga gitu deh Om. Tapi, itu kan cuman masalah waktu ya? Kalo aku kendalikan diri dengan baik, aku akan lebih elegan ya Om?
Super sekali! Kalau begitu tugas saya hari ini sudah selesai, tinggal Anda meneruskan pengembangan pengendalian diri yang lebih canggih lagi.